Minggu, 26 Agustus 2012

Metode Penelitian

1.    Pendahuluan
Setiap kegiatan penelitian sejak awal sudah harus ditentukan dengan jelas pendekatan/desain penelitian apa yang akan diterapkan, hal ini dimaksudkan agar penelitian tersebut dapat benar-benar mempunyai landasan kokoh dilihat dari sudut metodologi penelitian, disamping pemahaman hasil penelitian  yang akan lebih  proporsional apabila pembaca mengetahui pendekatan yang diterapkan.

Obyek dan masalah penelitian memang mempengaruhi pertimbangan-pertimbangan mengenai pendekatan, desain ataupun metode penelitian yang akan diterapkan. Tidak semua obyek dan masalah penelitian bisa didekati dengan pendekatan tunggal, sehingga diperlukan pemahaman pendekatan lain yang berbeda agar begitu obyek dan masalah yang akan diteliti tidak pas atau kurang sempurna dengan satu pendekatan maka pendekatan lain dapat digunakan, atau bahkan mungkin menggabungkannya.
Secara umum pendekatan penelitian atau sering juga disebut                paradigma penelitian yang cukup dominan adalah paradigma penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif.  Dari segi peristilahan para akhli nampak menggunakan istilah atau penamaan yang berbeda-beda meskipun mengacu pada hal yang sama, untuk itu guna menghindari kekaburan dalam memahami kedua pendekatan ini, berikut akan dikemukakan penamaan  yang  dipakai  para akhli dalam penyebutan kedua istilah tersebut seperti terlihat dalam tabel  1 berikut  ini :

Tabel 1.
 Quantitative and Qualitative Research : Alternative Labels
Quantitative
Qualitative
Authors
Rasionallistic
Naturalistic
Guba &Lincoln (1982)
Inquiry from the Outside
Inquiry from the inside
Evered & Louis (1981)
functionalist
Interpretative
Burrel & Morgan (1979)
Positivist
Constructivist
Guba (1990)
Positivist
Naturalistic-ethnographic
Hoshmand (1989)
Sumber : Julia Brannen (Ed): 1992 : 58)
Sementara itu Noeng Muhadjir (1994 : 12) mengemukakan beberapa nama yang dipergunakan para ahli tentang metodologi  penelitian kualitatif yaitu: grounded research, ethnometodologi, paradigma naturalistik, interaksi simbolik, semiotik, heuristik, hermeneutik, atau holistik . perbedaan tersebut dimungkinkan karena perbedaan titik tekan dalam melihat permasalahan serta latar brlakang disiplin ilmunya, istilah grounded research lebih berkembang  dilingkungan sosiologi dengan tokohnya Strauss dan Glaser (untuk di Indonesia istilah ini diperkenalkan/dipopulerkan oleh Stuart A. Schleigel dari Universitas California yang pernah menjadi tenaga ahli pada Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu soaial  Banda Aceh pada tahun 1970-an),  ethnometodologi lebih berkembang di lingkungan antropologi dan ditunjang  antara lain oleh Bogdan , interaksi simbolik lebih berpengaruh di pantai barat Amerika Serikat dikembangkan oleh Blumer, Paradigma naturalistik dikembangkan antara lain oleh Guba yang pada awalnya memperoleh pendidikan dalam fisika, matematika dan  penelitian kuantitatif.
Secara lebih rinci Patton (1990 : 88) mengemukakan-penamaan-  macam-macam  penelitian kualitatif (Qualitative inquiry) berdasarkan tradisi teoritisnya  yang diuraikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :

Tabel 1.
variety in qualitative Inquiry : Theoritical traditions
No
Perspektif
Akar Ilmu
Pertanyaan Utama
1
Ethnography
Anthropology
Apa kebudayaan masyarakat ini ?
2
Phenomenology
Philosophy
Apa struktur dan esensi pengalaman atas gejala-gejala ini bagi masyarakat tersebut?
3
Heuristics
Psikologi Humanistik                         
Apa pengalaman saya mengenai gejala-gejala ini dan apa pengalaman essensial bagi yang lain yang juga mengalami gejala ini secara intens ?
4
Ethnomethodology
Sosiology
Bagaimana orang memahami kegiatan sehari-hari mereka sehingga berprilaku dengan cara yang dapat diterima secara sosial ?
5
Symbolic interactionism
Psikologi sosial
Apa simbul dan pemahaman umum yang telah muncul dan memberikan makna bagi interaksi sosial masyarakat ?

6
Echological Psychology
Psikologi lingkungan
Bagaimana  orang-orang mencapai tujuan mereka melalui prilaku tertentu dalam lingkungan yang tertentu ?              
7
System theory
interdisipliner
Bagaimana  dan kenapa sistem ini berfungsi secara keseluruhan ?
8
Chaos theory: non -linier dynamics
Fisika teoritis : ilmu-ilmu alam
Apa yang mendasari keteraturan gejala-gejala yang tak teratur jika ada ?
9
Hermeneutics
Teologi, filsafat, kritik sastra
Apa kondisi-kondisi yang melahirkan prilaku atau produk yang dihasilkan yang memungkinkan penafsiran makna ?
10
Orientaional, qualitative
Ideologi, ekonomi politik
Bagimana perspektif ideologi seseorang berujud dalam suatu gejala ?

Dalam perkembangannya, belakangan ini nampaknya istilah penelitian kualitatif telah menjadi  istilah yang dominan dan baku, meskipun mengacu pada istilah yang berbeda dengan pemberian karakteristik yang   berbeda pula, namun bila dikaji lebih jauh semua itu lebih bersifat saling melengkapi/memperluas dalam suatu bingkai  metodologi penelitian kualitatif.
Oleh karena itu dalam wacana metodologi  penelitian, umumnya  diakui terdapat dua paradigma utama dalam metodologi  penelitian yakni paradigma positivist (penelitian kuantitatif) dan paradigma naturalistik (penelitian kualitatif), ada ahli yang memposisikannya secara diametral, namun ada juga yang mencoba menggabungkannya baik dalam makna integratif maupun bersifat komplementer, namun apapun kontroversi yang terjadi kedua jenis penelitian tersebut memiliki perbedaan-perbedaan baik dalam tataran filosofis/teoritis maupun   dalam tataran praktis pelaksanaan  penelitian, dan justru dengan perbedaan tersebut akan nampak kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga seorang peneliti akan dapat lebih mudah memilih metode yang akan diterapkan apakah metode kuantitatif atau metode kualitatif dengan memperhatikan obyek penelitian/masalah yang akan diteliti serta mengacu pada tujuan penelitian yang telah ditetapkan.                                      
Meskipun dalam tataran praktis perbedaan antara keduanya seperti nampak sederhana dan hanya bersifat teknis, namun  secara esensial keduanya mempunyai landasan epistemologis/filosofis yang sangat berbeda. Penelitian kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang mewakili paham positivisme, sementara itu penelitian kualitatif  merupakan pendekatan penelitian yang mewakili paham naturalistik (fenomenologis).  Untuk lebih memahami landasan filosofis kedua paham tersebut, berikut ini akan diuraiakan secara ringkas kedua aliran faham tersebut.
1.1. Positivisme
Positivisme merupakan aliran filsafat yang dinisbahkan/ bersumber dari  pemikiran Auguste Comte seorang folosof  yang lahir di Montpellier Perancis pada tahun 1798, ia seorang yang sangat miskin, hidupnya banyak mengandalkan sumbangan dari murid dan teman-temannya antara lain  dari folosof inggeris John Stuart Mill (juga seorang akhli ekonomi), ia meninggal pada tahun 1857. meskipun demikian pemikiran-pemikirannya cukup berpengaruh yang dituangkan dalam tulisan-tulisannya antara lain Cours de Philosophie Positive (Kursus filsafat positif) dan Systeme de Politique Positive (Sistem politik positif).
Salah satu buah pikirannya yang sangat penting dan berpengaruh adalah tentang tiga tahapan/tingkatan cara berpikir manusia dalam berhadapan dengan alam semesta yaitu : tingkatan Teologi, tingkatan Metafisik, dan tingkatan Positif
Tingkatan Teologi (Etat Theologique). Pada tingkatan ini manusia belum bisa memahami  hal-hal yang berkaitan dengan sebab akibat. Segala kejadian dialam semesta merupakan akibat dari suatu perbuatan Tuhan dan manusia hanya bersifat pasrah, dan yang dapat dilakukan adalah memohon pada Tuhan agar dijauhkan dari berbagai bencana. Tahapan ini terdiri dari tiga tahapan lagi yang berevolusi yakni dari tahap animisme, tahap politeisme, sampai dengan tahap monoteisme.
Tingkatan Metafisik (Etat Metaphisique). Pada dasarnya tingkatan ini merupakan suatu variasi dari cara berfikir teologis, dimana Tuhan atau Dewa-dewa diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak misalnya dengan istilah kekuatan alam. Dalam tahapan ini manusia mulai menemukan  keberanian dan merasa bahwa kekuatan yang menimbulkan bencana dapat dicegah dengan memberikan berbagai sajian-sajian sebagai penolak bala/bencana.
Tingkatan Positif (Etat Positive). Pada tahapan ini manusia sudah menemukan pengetahuan yang cukup untuk menguasai alam. Jika pada tahapan pertama manusia selalu dihinggapi rasa khawatir berhadapan dengan alam semesta, pada tahap kedua manusia mencoba mempengaruhi kekuatan yang mengatur alam semesta, maka pada tahapan positif manusia lebih percaya diri, dengan ditemukannya hukum-hukum alam, dengan bekal  itu manusia mampu menundukan/mengatur (pernyataan ini mengindikasikan adanya pemisahan antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahui)  alam serta memanfaatkannya untuk kepentingan manusia, tahapan ini merupakan tahapan dimana manusia dalam hidupnya lebih mengandalkan pada ilmu pengetahuan.
Dengan memperhatikan tahapan-tahapan sepertti dikemukakan di atas nampak bahwa istilah positivisme mengacu pada tahapan ketiga (tahapan positif/pengetahuan positif) dari pemikiran Comte. Tahapan positif merupakan tahapan tertinggi, ini berarti  dua tahapan sebelumnya merupakan tahapan yang rendah dan primitif, oleh karena itu filsafat Positivisme merupakan filsafat yang anti metafisik, hanya fakta-fakta saja yang dapat diterima. Segala sesuatu yang bukan fakta atau gejala (fenomin) tidak mempunyai arti, oleh karena itu yang penting dan punya arti hanya satu yaitu mengetahui (fakta/gejala) agar siap bertindak (savoir pour prevoir).
Manusia harus menyelidiki dan mengkaji berbagai gejala yang terjadi beserta hubungan-hubungannya diantara gejala-gejala tersebut agar dapat meramalkan apa yang akan terjadi, Comte menyebut hubungan-hubungan tersebut dengan konsep-konsep dan hukum-hukum yang bersifat positif dalam arti berguna untuk diketahui karena benar-benar nyata bukan bersifat spekulasi seperti dalam metafisika.
  1.2. Fenomenologi
Edmund Husserl adalah filosof yang mengmbangkan metode Fenomenologi, dia lahir di  Prostejov Cekoslowakia dan mengajar di berbagai Universitas besar Eropa, meninggal pada tahun 1938 di Freiburg. Hasil pemikirannya dapat diselamatkan dari kaum Nazi, dengan membawa seluruh buku dan tulisannya  ke Universitas Leuven Belgia, sehingga kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut oleh murid-muridnya. Diantara tulisan-tulisan pentangnya adalah : Logische Untersuchungen (Penyeliddikan-penyelidikan Logis) dan Ideen zu  einer reinen Phanomenologie und Phanomenologischen Philosophie (gagasan-gagasan untuk suatu fenomenologi murni dan filsafat fenomenologi)
Dalam faham fenomenologi sebagaimana diungkapkan oleh Husserl, bahwa kita harus kembali kepada benda-benda itu sendiri (zu den sachen selbst), obyek-obyek harus diberikan kesempatan  untuk berbicara melalui deskripsi fenomenologis guna mencari hakekat gejala-gejala (Wessenchau). Husserl berpendapat bahwa kesadaran bukan bagian dari kenyataan  melainkan asal kenyataan, dia menolak bipolarisasi  antara kesadaran dan alam, antara subyek dan obyek, kesadaran tidak menemukan obyek-obyek, tapi obyek-obyek diciptakan oleh kesadaran.
Kesadaran merupakan sesuatu yang bersifat intensionalitas (bertujuan), artinya kesadaran tidak dapat dibayangkan tanpa sesuatu yang disadari. Supaya kesadaran timbul perlu diandaikan tiga hal yaitu  : ada subyek, ada obyek, dan subyek yang terbuka terhadap obyek-obyek. Kesadaran tidak bersifat pasif karena menyadari sesuatu berarti mengubah sesuatu, kesadaran merupakan suatu tindakan, terdapat interaksi antara tindakan kesadaran dan obyek kesadaran, namun yang ada hanyalah kesadaran sedang obyek kesadaran pada dasarnya diciptakan oleh kesadaran.
Berkaitan dengan hakekat obyek-obyek, Husserl berpandapat bahwa untuk menangkap hakekat obyek-obyek diperlukan tiga macam reduksi guna menyingkirkan semua hal yang mengganggu dalam mencapai wessenchau yaitu:  Reduksi pertama. Menyingkirkan segala sesuatu yang subyektif, sikap kita harus obyektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus diajak bicara. Reduksi kedua. Menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang obyek yang diperoleh dari sumber lain, dan semua teori dan hipotesis yang sudah ada Reduksi ketiga. Menyingkirkan seluruh tradisi pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan orang lain harus, untuk sementara, dilupakan, kalau reduksi-reduksi ini  berhasil, maka gejala-gejala akan memperlihaaaatkan dirinya sendiri/dapat menjadi fenomin
1.3. Perbandingan tataran Filosofis
Kedua aliran filsafat tersebut terus berkembang dengan dukungan prngikut-pengikutnya, yang dalam wacana metodologi penelitian telah mendorong lahirnya paradigma penelitian kuantitatif (positivisme) dan paradigma penelitian kualitatif (fenomenologi). Kedua paradigma pendekatan penelitian tersebut nampak sekali mempunyai asumsi/aksioma dasar filosofis dan paradigma  berbeda yang menurut Lincoln dan Guba perbedaan tersebut terletak dalam asumsi/aksioma tentang kenyataan, hubungan pencari tahu dengan tahu (yang diketahui), generalisasi, kausalitas, dan masalah nilai, untuk lebih rincinya dapat dilihat dalam tabel berikut :
Dalam pandangan positivisme dari sudut ontologi meyakini bahwa realitas merupakan suatu yang tunggal dan dapat dipecah-pecah  untuk dipelajari/dipahami secara bebas, obyek yang diteliti bisa dieliminasikan dari obyek-obyek lainnya, sedangkan dalam pandangan fenomenologi kenyataan itu merupakan suatu yang utuh, oleh karena itu obyek harus dilihat dalam suatu konteks natural tidak dalam bentuk yang terfragmentasi.
Dari sudut epistemologi, positivisme mensyaratkan adanya dualisme antara subyek peneliti dengan obyek yang ditelitinya, pemilahan ini dimaksudkan agar dapat diperoleh hasil yang obyektif, sementara itu dalam pandangan Fenomenologis subyek dan obyek tidak dapat dipisahkan dan aktif bersama dalam memahami berbagai gejala. Dari sudut aksiologi, positivisme mensyaratkan agar penelitian itu bebas nilai agar dicapai obyektivitas konsep-konsep dan hukum-hukum sehingga tingkat keberlakuannya bebas tempat dan waktu, sedangkan dalam pandangan fenomenologi penelitian itu terikat oleh nilai sehinggan hasil suatu penelitian harus dilihat sesuai konteks.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dikemukakan perbandingan antara paradigma positivisme dan paradigma alamiah (fenomenologi) dengan mengacu pada pendapat Lincoln dan Guba, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut :

Tabel 2.
Perbedaan Aksioma Paradigma Positivisme dan Alamiah
No
Aksioma Tentang
Paradigma
Positivisme
Paradigma Alamiah/Kualitatif
1
Hakikat kenyatan
Kenyataan adalah tunggal, nyata dan fragmentaris
Kenyataan adalah ganda,dibentuk, dan me-rupakan   keutuhan
2
Hubungan pencari tahu dan yang tahu
Pencari tahu dengan yang tahu adalah bebas, jadi ada dualisme
Pencari tahu dengan yang tahu aktif bersama, jadi tidak dapat dipisahkan
3
Kemungkinan Generalisasi
Generalisasi atas dasar bebas-waktu dan bebas-konteks (pernyataan nomotetik)
Hanya waktu dan konteks yang mengikat hipotesis kerja (pernyataan idiografis) yang dimungkinkan
4
Kemungkinan hubungan sebab akibat
Terdapat penyebab sebenarnya yang secara temporer terhadap, atau secara simultan terhadap akibatnya
Setiap keutuhan berada dalam keadaan mempe-ngaruhi secara bersama-sama sehingga sukar mem-bedakan mana sebab dan mana akibat
5
Peranan nilai
Inkuirinya bebas nilai
Inkuirinya terikat nilai
(Sumber : Lexy J. Moleong : 2000 : 31)
1.4. Perbandingan tataran Metodologis
Memahami landasan filosofis penelitian kualitatif dalam perbandingannya dengan penelitian kuantitatif merupakan hal yang penting sebagai dasar bagi pemahaman yang tepat  terhadap penelitian kualitatif, namun demikian bagi seorang peneliti penguasaan dalam tingkatan operasional lebih diperlukan lagi agar dalam pelaksanaan penelitian tidak terjadi kerancuan metodologis, dan penelitian benar-benar dilaksanakan dalam suatu bingkai pendekatan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam tataran metodologis perbedaan landasan filosofis terrefleksikan dalam perbedaan metode penelitian, dimana positivisme dimanifestasikan dalam metode penelitian kuantitatif sedangkan fenomenologi dimanifestasikan dalam metode penelitian kualitatif. Kedua pendekatan ini sering diposisikan secara diametral, meskipun belakangan ini terdapat upaya untuk menggabungkannya baik dalam bentuk paralelisasi maupun kombinasi, adapun perbedaan antara metode kuantitatif dengan kualitatif adalah sebagai berikut  :
Tabel 3.
Perbedaan Metode Kuantitatif dengan Kualitatif
No
Metode Kuantitatif
Metode Kualitatif
1
Menggunakan hiopotesis yang ditentukan  sejak awal penelitian
Hipotesis dikembangkan sejalan dengan penelitian/saat penelitian
2
Definisi yang jelas dinyatakan sejak awal
Definisi sesuai konteks atau saat penelitian berlangsung
3
Reduksi data menjadi angka-angka
Deskripsi naratif/kata-kata, ungkapan atau pernyataan
4
Lebih memperhatikan reliabilitas skor yang diperoleh melalui instrumen penelitian
Lebih suka menganggap cukup dengan reliabilitas penyimpulan
5
Penilaian validitas menggunakan berbagai prosedur dengan mengandalkan hitungan statistik
Penilaian validitas melalui pengecekan silang atas sumber informasi
6
Mengunakan deskripsi prosedur yang jelas (terinci)
Menggunakan deskripsi prosedur secara naratif
7
sampling random
Sampling purposive
8
Desain/kontrol statistik atas variabel eksternal
Menggunakan analisis logis  dalam mengontrol variabel ekstern
9
Menggunakan desain khusus untuk mengontrol bias prosedur
Mengandalkan peneliti dalam mengontrol bias
10
Menyimpulkan hasil menggunakan statistik
Menyimpulkan hasil secara naratif/kata-kata
11
Memecah gejala-gejala menjadi bagian-bagian untuk dianalisis
Gejala-gejala yang terjadi dilihat dalam perspektif keseluruhan
12
Memanipulasi aspek, situasi atau kondisi dalam mempelajari gejala yang kompleks
Tidak merusak gejala-gejala yang terjadi secara alamiah /membiarkan keadaan aslinya 
(diadaptasi dari Jack R. Fraenkel &  Norman E. Wallen. 1993 : 380)

Sumber:
Uhar Suharsaputra/Penelitian Kualitatif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA