1.
The health triangel/segitiga kebijakan, gambarkan dan jelaksan teori itu
kemudian beri contoh tentang kesehatan gratis di sulawesi selatan (hal 8)
|
Triangel
kebijakan
tersebut merupakan pendekatan yang digunakan dalam kebijakan kesehatan yaitu
mengkaji dan memahami kebijakan tertentu serta menerapkannya untuk merencanakan
suatu kebijakan khusus.
a. Context
Konteks
mengacu ke factor sistematis yaitu politik, ekonomi, social, national dan internasional
yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan kesehatan.
Contoh
konteks penerapan kebijakan kesehatan gratis di Sulawesi Selatan dimana
pemerintah (Gubernur Sulsel) melihat kondisi masyarakat yang sulit mengakses
pelayanan kesehatan dari segi biaya. Sehingaa dengan melihat konteks tersebut
dikeluarkan kebijakan kesehatan gratis agar masyarakat miskin mendapatkan
pelayanan kesehatan dasar di tempat pelayanan kesehatan yang ada di Sulawesi
Selatan.
b. Proces
Proses mengacu kepada cara bagaimana
kebijakan dimulai, dikembangkan atau disusun, dinegoisasi, dikomunikasikan,
dilaksanakan dan dievaluasi dalam melaksanakan kebijakan atau peraturan yang
telah disahkan oleh lembaga eksekutif maupun legislative untuk mempermudah
pelaksanaan kebijakan
Contoh: Program kesehatan gratis di
Provinsi Sulawesi Selatan sudah berjalan selama tiga tahun. Mulai dari tahun
2008, 2009, 2010. Hingga pada tahun 2011, berdasarkan kesepakatan dari berbagai
instansi. Dinas kesehatan, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/ kota
program kesehatan gratis akan dialihkan ke pihak ketiga di bawah naungan PT.
Askes. Dalam proses tersebut berlangsung proses untuk menghasilkan peraturan
sampai kepada pelaksanaan kebijakan
c.
Content (Isi)
Substansi
kebijakan yang dikeluarkan untuk untuk mengatur pelaksanaan program kebijakan. Contoh dalam kebijakan kesehatan gratis: Berdasarkan ketentuan
Perda Nomor 2 Tahun 2009 tentang Kerja Sama Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Gratis dan Perda Nomor 13 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Program
Pelayanan Kesehatan Gratis Di Provinsi Sulsel. Program kesehatan gratis
dilaksankan, juga bersandar pada beberapa prinsip/asas dan tujuan yang tidak
jauh berbeda dengan asas dalam penyelenggaran tertib Negara atau yang lazim
dikenal sebagai asas-asas umum pemerintahan yang baik (Algemene Beginsle
Vanbehorlijk Bestuur). Asas dan tujuan penyelenggaraan kesehatan gratis
ditegaskan dalam Pasal 2 Pergub Nomor 2 Tahun 2009 yang berbunyi, kerja sama
penyelenggaran pelayanan berasaskan: a. Efesiensi.
b. Efektivasi. c. Sinergi.
d. Saling menguntungkan. e.
Kesepakatan bersama. f. Itikad baik. g. Transparansi. h. Keadilan.
i. Kepastian hukum.
Asas penyelenggaraan pelayanan
kesehatan gratis juga dilaksanakan berdasarkan beberapa asas, sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 5 Pergub Nomor 13 Tahun 2008 yaitu: a. Transparansi. b. Akuntabilitas
public. c. Team work. d. Inovatif. e. Cepat, cermat, dan
akurat. f. Pelayanan terstruktur dan berjenjang.
g. Kendali mutu dan kendali biaya.
Segitiga kebijakan kesehatan
tersebut tentu memiliki actor dalam perencanaan hingga penerapan kebijakan
kesehatan gratis di Sulawesi Selatan.
a. Individu: dokter
b. Grup: Para produsen
obat-obatan (Perusahaan)
c. Organisasi: Pemerintah pusat,
propinsi dan kabupaten kota, pelaksana atau penyelenggara jaminan sosial
2. Didalam proses
penyusunan kebijakan sangat dipengaruhi oleh aktor/siapa yang berkuasa
(jelaskan persamaan dan perbedaannya). Pluralisme, Pilihan rakyat,
Elitisme; jelaskan ketiga itu dan perbedaannya kemudian diantara ketiga itu mana
yang lebih dominan pada proses penyusunan kebijakan kesehatan gratis di
sulawesi selatan (hal 26)
Jawaban:
a.
Pluralisme
merupakan
kelompok yang paling dominan dari dari pemikiran teoritis dalam pembagian
kekuasaan dalam demokrasi liberal.Tidak ada satu kelompok yang memiliki
kekuasaan mutlak serta Negara berwenang untuk memutuskan siapa yang berhak
terhadap kelompok yang memiliki kepentingan dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan.
b.
Pilihan
Rakyat
menyatakan bahwa Negara sendiri merupakan suatu kelompok berkepentingan
c.
Elitisme menyataka
bahwa kebijakan didominasi oleh minoritas istimewa yaitu kekuasaan yang
didasarkan atas kekayaan, hubungan keluarga, keahlian teknis, atau lembaga.
Perbedaan Pluralisme, Pilihan rakyat dan
Elitisme:
a.
Pluralisme;
1)
Membuka persaingan pemilihan diantara
sejumlah partai politik
2)
Individu memiliki kemampuan untuk menata diri
mereka sendiri ke dalam kelompok penekan dan partai politik
3)
Kelompok penekan memiliki kemampuan untuk
mengeluarkan pendapat secara bebas
4)
Keterbukaan Negara untuk melobi seluruh
kelompok penekan
5)
Negara sebagai hakim yang netral dalam
mengadili tuntutan-tuntutan.
6)
Meskipun masyarakat memiliki kelompok elit,
itu tidak berpengaruh
b.
Pilihan
Rakyat;
1)
Masyarakat terbentuk dari kelompok-kelompok yang
bersaing untuk meraih tujuan masing-masing.
2)
Negara merupakan kelompok yang berkepentingan
sehingga melakukan upaya hegemoni dalam bentuk dana, barang maupun jasa serta
peraturan kepada kelompok aparatur Negara agar mereka tetap berkuasa.
3)
Negara memiliki dinamika internal yang dapat
mengarah kepada kekuasaan pemerintah.
4)
Kebijakan akan terpecah dan tidak sesuai
dengan kepentingan umum.
5)
Pilihan rakyat menekankan pada kekuasaan
birokrasi dalam proses kebijakan yang berpengaruh terhadap peningkatan
pengeluaran public dan pemerintah menjadi besar
c.
Elitisme
1)
Masyarakat terdiri dari kalangan kecil yang
memiliki kekuasaan, dan sebagian besar lagi tanpa memiliki kekuasaan apapun.
Hanya kalangan kecil tersebut yang memiliki kekuasaan untuk menyusun kebijakan
publik.
2)
Mereka yang memerintah tidak seperti mereka
yang tidak memerintah. Secara khusus, para elit berasal dari tingkat sosial
ekonomi yang lebih tinggi.
3)
Kalangan non‐elit dapat dimasukkan kedalam
lingkaran pemerintahan jika mereka menerima kesepakatan dasar dari para elit.
4)
Kebijakan publik menggambarkan nilai dari
para elit. Hal ini tidak selalu menimbulkan konflik dengan nilai yang dianut
masyarakat. Seperti pendapat Lukes (1974), para elit dapat memanipulasi nilai
yang dianut masyarakat agar dapat mencerminkan nilai mereka sendiri.
5)
Kelompok kepentingan muncul tetapi mereka
tidak memiliki kekuasaan yang sama dan tidak memiliki akses yang sama terhadap
proses penyusunan kebijakan.
6)
Nilai yang dianut para elit sifatnya
konservatif dan akibatnya perubahan kebijakan akan bersifat instrumental
Teori yang
paling dominan
Dalam penyusunan
kebijakan kesehatan gratis di Sulawesi Selatan terlihat bahwa teori elitisme
dimana para politikus, birokrat senior, pebisnis, professional membentuk ikatan
kebijakan yang kuat sehingga mereka menjadi kalangan yang dominan.
3. Aktor dalam penyusunan kebijakan tersebut, ada beberpa teori dalam
pengambilan keputusan; model rasional, model
incremental dan mixed scanning. Ketiga model pengambilan tersebut mana yang cocok dalam konteks kesehatan gratis di
sulsel (hal 40)
Jawaban:
a. Model Rasional
Model
rasional melibatkan pemilihan diantara pilihan-pilihan yang berlaku yang paling
memungkinkan dalam pencapaian tujuan secara objektif. Untuk mencapai hasil yang
diinginkan, para pengambil keputusan harus melalui beberapa langkah secara
logis yaitu:
1)
Para pengambil keputusan perlu
mengidentifikasi sebuah masalah yang perlu dipecahkan.
2)
Tujuan-tujuan, nilai-nilai dan objektifitas
para pembuat keputusan perlu diklarifikasi dan diskala prioritaskan.
3)
Para pengambil keputusan membuat daftar semua
daftar strategi alternative untuk mencapai tujuan mereka.
b. Model Incremental
Model incremental menyajikan
penjelasan yang lebih realistis dibandingkan model rasional dalam pengambilan
keputusan, model ini juga menjadi bahan kritikan tajam. Salah satu kritik atas
model ini berkenaan dengan ketidakmampuannya menjelaskan fundamental dan seradikal
apa keputusan diambil. Jika pengambilan keputusan hanya meliputi langkah‐langkah pemeriksaan kecil dari
kebijakan yang ada, bagaimana bisa menjelaskan kebijakan yang meliputi reformasi
fundamental keseluruhan sistem layanan kesehatan? Sebagai keterbatasan pada
kapasitas deskriptifnya, pendekatan incremental menyangkut tentang
posisi preskriptif dan normatifnya dalam pembuatan kebijakan.
Akibatnya,
inkrementalisme menganjurkan pendekatan konservatif dalam pengambilan
keputusan. Para pembuat kebijakan dicegah untuk melanjutkan strategi yang menghasilkan
pemaksimalan tujuan jika dihadapkan ke berbagai keinginan yang menolak.
Perubahan
yang strategis kemungkinan besar sangat dibutuhkan walaupun ditentang.
Pendekatan inkremental cenderung tidak meningkatkan inovasi
atau tidak memajukan secara signifikan dan mungkin menjadi tidak adil karena
memilih yang lebih berkuasa. Inkrementalisme, dalam teori dan prakteknya, gagal
untuk mengatasi ketidakmerataan distribusi kekuasaan diantara kelompokkelompok yang
berkepentingan atau untuk menghambat kemungkinan‐kemungkinan yang mengaburkan hal‐hal tertentu dari pertimbangan
kebijakan.
c. Model Mixed
Scanning
Model mixed scanning untuk
proses pengambilan keputusan yang berbasis pada teknik perkiraan cuaca (1967)
dimana pengamatan luas dari seluruh daerah disatukan dengan gambaran‐gambaran daerah bermasalah yang
dipilih. Dalam konteks pengambilan keputusan, mixed scanning akan meliputi
mengatasi masalah umumnya sebagai satu kesatuan dan analisis yang lebih mendetail
atas komponen dari masalah yang sudah dipilih.
Etzioni
menarik sebuah perbedaan antara keputusan fundamental dan kecil. Dalam
pandangannya, dengan penghargaan kepada keputusan‐keputusan mayor, para pembuat
kebijakan melakuan analisa luas pada area permasalahan tanpa analisis mendetail
tentang pilihan‐pilihan
kebijakan seperti yang disarankan oleh rasionalis. Tinjauan yang lebih terinci
dilakukan tergantung pada pilihannya sehubungan dengan langkah‐langkah yang kurang penting serta
mengarah pada atau mengikuti keputusan fundamental. Pengamatan campuran
dipikirkan untuk mengatasi harapan‐harapan
yang tidak realistis dari rasionalisme dengan membatasi detail yang diminta
untuk keputusan‐keputusan mayor,
sedangkan pandangan luas membantu mengatasi pandangan konservatif dari
Model
Pengambil kebijakan yang paling cocok untuk kesehatan gratis di Sulsel adalah Mixed
scanning karena bukan hanya cara yang diinginkan untuk
mengambil keputusan tetapi juga menyediakan gambaran yang baik atas praktek pengambilan
keputusan.
4. Pemerintah/negara mempunyai peran didalam sistem kesehatan (49)
-
Sebagai regulator
-
Distribusi
-
Redistribusi
Berikan contoh kebijakan pemerintah!
Jawaban:
a. Regulator yaitu peran pemerintah sebagai regulator dan
penetap kebijakan pelayanan kesehatan dapat dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan di pemerintah pusat melalui system kesehatan nasional dan system
keseahatan daerah di tingkat propinsi dan kabupaten/kota. Contoh: Peneteapan standar pelayanan minimal yang berisi
indicator-indikator pelayanan kesehatan dan oleh daerah dibuat standar
pelayanan minimal sesuai kebutuhan dan kondisi daerah masing-masing dan
menetapkan system informasi kesehatan guna meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan dan mengantisipasi complain masyarakat atas pelayanan kesehatan yang
diberikan.
b.
Distribusi
yaitu peran pemerintah sebagai pelaksana kebijakan
kesehatan ikut campur dalam penentuan
kebijakan terkait dengan pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan. Contoh: Pemerintah dalam menerap
kebijakan kesehatan gratis tidak melepaskan begitu saja tetapi ada aturan yang
mengatur dalam pelaksanaannya yaitu;
·
Nomor 13 Tahun 2008
tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Gratis Di Provinsi
Sulsel,
·
Pasal 2 Pergub Nomor
2 Tahun 2009 yang berbunyi, kerja sama penyelenggaran pelayanan berasaskan: a. Efesiensi. b. Efektivasi.
c. Sinergi. d. Saling
menguntungkan. e. Kesepakatan bersama.f. Itikad
baik. g. Transparansi. h. Keadilan. i. Kepastian hukum.
c. Redistribution yaitu
mendistribusikan kembali layanan kesehatan contoh: kembali menetapkan tarif
dengan mempertimbangkan pendapatan masyarakat.
5.
Suatu masalah publik yang masuk agenda setting yg dibicarakan pemerintah,
ada dua teori hall model dan kingdom
model, coba jelaskan kedua teori itu dan berikan contoh di bidang kesehatan. Apa peran pemerintah dan
media massa sebagai egent setter
(65)
Jawaban:
a. Model Hall: keabsahan, kelayakan dan dukungan
Pendekatan
ini menyatakan bahwa sebuah pokok persoalan dan kemungkinan responnya akan
masuk dalam agenda pemerintah hanya ketika pokok persoalan beserta respons
tersebut memiliki keabsahan, kelayakan dan dukungan yang tinggi. (Hall et al.,
1975).
Keabsahan merupakan
karakteristik pokok persoalan yang dipercayai pemerintah sebagai sesuatu yang
harus mereka pedulikan dan sesuatu di mana mereka berhak atau bahkan
berkewajiban untuk campur tangan. Pada satu titik tertentu, sebagian besar
anggota masyarakat, baik dulu maupun sekarang berharap bahwa pemerintah akan
terus menegakkan hukum tata tertib dan mempertahankan negara dari segala bentuk
serangan. Hal ini akan diterima secara luas sebagai kegiatan negara yang sah.
Kelayakan mengacu
pada kemungkinan untuk menerapkan kebijakan. Kelayakan didefinisikan sebagai
pengetahuan teknis dan teoritis umum, sumber daya, ketersediaan staf ahli,
kemampuan administrasi dan keberadaan infrastruktur pemerintah. Mungkin akan
ada keterbatasan teknologi, keuangan atau tenaga kerja yang menyebabkan suatu
kebijakan tertentu tidak bisa diterapkan, tidak peduli bagaimanapun layaknya
kebijakan tersebut.
Dukungan mengacu
pada pokok persoalan yang menyangkut dukungan masyarakat terhadap pemerintah
yang sulit dipahami namun penting, setidaknya menyangkut pokok persoalan yang
sedang dibicarakan. Jelaslah bahwa, dibandingkan dengan pemerintahan
demokratis, rezim yang lebih otoriter dan tidak terpilih melalui pemilihan umum
tidak bergantung pada dukungan
masyarakat. Namun demikian, bahkan diktator sekalipun harus memastikan bahwa ada
dukungan terhadap kebijakan‐kebijakan
mereka dari kelompok‐kelompok
kunci, seperti pada angkatan bersenjata. Apabila tidak ada dukungan atau
apabila ketidakpuasan terhadap pemerintah secara keseluruhan sangat tinggi,
akan sangat sulit bagi sebuah pemerintahan untuk memasukkan suatu pokok
permasalahan dalam agenda dan melakukan apapun.
Jadi
model Hall adalah bahwa pemerintah
akan memperkirakan apakah sebuah pokok persoalan ada pada titik terjauh atau
terdekat dari ketiga garis kesatuan keabsahan, kelayakan dan dukungan.
Contoh di bidang
kesehatan diberlakukannya
undang-undang BPJS yang memberikan kepastian perlindungan kesehatan kepada
masyarakat.
b. Model Kingdon
Pendekatan
John Kingdon (1984) berfokus pada peran para pembuat kebijakan di dalam dan di
luar pemerintahan dengan mengambil keuntungan dari kesempatan‐kesempatan penentuan agenda – yang
disebut jendela kebijakan – untuk memasukkan hal‐hal tertentu ke dalam agenda formal
pemerintah.
Model
ini menunjukkan bahwa karakteristik sebuah pokok persoalan berkombinasi dengan
sifat‐sifat
institusi dan situasi politik, dan bersama dengan perkembangan solusi‐solusi politik dalam sebuah proses
yang dapat menyebabkan terbuka atau tertutupnya jendela kesempatan untuk
memasukkan sebuah pokok persoalan ke dalam agenda.
Kingdon
menggambarkan pemunculan kebijakan melalui tiga ‘alur’ atau proses yang
terpisah yaitu alur masalah, alur politik, dan alur kebijakan.
Kebijakan hanya akan dianggap serius oleh pemerintah ketika ketiga alur
tersebut berjalan bersamaan.
Contoh: Kebijakan
tentang Tembakau dimana diketahui bahwa terdapat satu pasal yang hilang
pada saat pembahasan Rancangan Undang-Undang yang kemungkinan adalah merupakan
politisasi.
Peran pemerintah dan media massa sebagai egent setting
a.
Pemerintah sebagai penentu agenda
Pemerintah, khususnya
pemerintah negara‐negara
besar dan makmur dapat sangat berpengaruh dalam penentuan agenda kebijakan
internasional. Contohnya, pemerintahan Presiden Bush di Amerika Serikat secara
aktif mempromosikan strategi ‘ABC’nya (‘abstinence (pengendalian diri), be
faithful (setia), dan condom use (penggunaan kondom)’) untuk
mencegah HIV/AIDS dan melakukan pengawasan terhadap komunitas kesehatan
masyarakat internasional dan negara‐negara
dengan tingkat keterjangkitan tinggi, Pemerintahan Presiden Bush bisa melakukan
hal ini karena besarnya jumlah dana yang tersedia bagi pencegahan HIV/AIDS dan
terpenuhinya syaratsyarat yang berlaku bagi penggunaan dana ini.
Pemerintah terang‐terangan merupakan penentu agenda yang
penting karena mereka mengendalikan proses legislatif dan sering memulai
perubahan kebijakan. Contoh: Kebijakan
tentang system kesehatan gratis di Sulsel yang merupakan komoditi dari Gubernur
Syahrul Yasin Limpo.
b.
Media Massa sebagai penentu agenda
Sejauh mana dan dalam
kondisi seperti apa media massa mengarahkan perhatian pada pokok‐pokok persoalan tertentu dan
mempengaruhi apa yang kita pikirkan? Seberapa besar pengaruh yang mereka miliki
terhadap para pembuat keputusan dalam pilihan pokok‐pokok persoalan yang berhubungan
dengan kepedulian dan tindakan politik? Di masa lalu, peran media dalam
pembuatan kebijakan cenderung diremehkan. Meskipun demikian, selama bertahun‐tahun media massa telah memiliki
pengaruh yang kuat terhadap agenda kebijakan pemerintah melalui kemampuan
mereka untuk memunculkan dan membentuk, bisa juga dikatakan menentukan.
Pokokpokok persoalan dan opini publik tersebut pada gilirannya akan
mempengaruhi pemerintah untuk memberikan tanggapan. Pemunculan internet pada
tahun 1990‐an membuat
proses ini bahkan menjadi lebih jelas terlihat karena internet telah
memungkinkan mobilisasi dan umpan balik dari opini publik dengan cepat dan
dengan cara yang tidak bisa diprediksi dan dikendalikan oleh pemerintah, namun
dengan berbagai cara, tetap harus mereka tanggapi.
Pada dasarnya, ada
dua jenis media: media cetak dan media elektronik. Media tersebut memiliki
berbagai fungsi vital yaitu: merupakan sumber informasi; berfungsi sebagai
mekanisme propaganda; merupakan agen sosialisasi (menularkan budaya masyarakat
dan memberikan petunjuk pada orang‐orang
mengenai nilai dan norma‐norma
kemasyarakatan) dan berfungsi sebagai agen keabsahan yang menciptakan
kepercayaan massal, dan juga penerimaan, terhadap pandanganpandangan politik
dan ekonomi seperti demokrasi dan kapitalisasi. Media massa juga bisa
mengkritik jalannya pemerintahan dan kondisi masyarakat dan memperkenalkan
perspektif‐perspektif
baru pada masyarakat.
Masa kini media
sangat memiliki peran dalam medi informasi, sehingga sebagai pengawal kebijakan
sehingga mudah melakukan kontrol terhadap pelaksanaan program atau kebijakan.
6.
Dalam proses penyusunan kebijakan ada eksekutif/pemerintah, legislatif
/DPR, yudikatif dan Birokrasi apa peran ke-4 lembaga
tersebut dalam proses penyusunan kebijakan kesehatan (buku prof nugroho)
Jawaban:
Peran
penyusunan kebijakan
a. Legislatif memiliki menetapkan
undang‐undang
yang mengatur sebuah negara dan mengawasi badan eksekutif. Badan ini biasanya
dipilih secara demokratis untuk mewakili rakyat negara tersebut dan biasanya
disebut sebagai parlemen atau majelis. Seringkali ada dua dewan atau majelis
dalam parlemen. Perannya yaitu menetapkan
undang‐undang
yang mengatur rakyat dan mengawasi badan eksekutif
b. Yudikatif yaitu lembaga yang terdiri
dari hakim dan pengadilan yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
pemerintah yang berkuasa (badan eksekutif) bertindak sesuai dengan kebijakan
atau undang‐undang
yang disahkan oleh badan legislatif.
c. Eksekutif yaitu pemerintah yang
menyusun kebijakan kemudian diserahkan kepada legislative guna di lakukan
pembahasan. Badan yudikatif terutama bertanggung jawab untuk memastikan
bahwa pemerintah yang berkuasa bertindak sesuai undang‐undang yang disahkan oleh badan
legislatif dan bertindak sebagai hakim untuk memutuskan perselisihan‐perselisihan yang tidak terelakkan
yang terjadi akibat penginterpretasian pelaksanaan undang‐undang.
d. Menteri Kesehatan yaitu yang
bertanggung jawab terhadap kebutuhan sector kesehatan sehingga bertugas
menerapkan kebijakan yang telah dirumuskan berdasarkan usulan eksekutif kepada
pemerintah.
7.
Jelaksan apa yang dimaksud dengan interest group “kelompok kepentingan” ada
dua yaitu sectional group dan cause
group. Berikan contoh dalam konteks indonesia dan apa fungsi interest group?
Jawaban:
Interest
Goup adalah Orang atau organisasi yang bergabung
bersama serta tetap berusaha mempengaruhi proses pembuatan kebijakan guna
mencapai tujuan tertentu.
Ada 2
Jenis Interest Group
a. Sectional Group
Sectional
group biasanya
mampu untuk tawar‐menawar
dengan pemerintah karena mereka menyediakan peran produktif tertentu dalam
ekonomi. Pengaruh mereka dengan pemerintah sangat tergantung pada seberapa
penting negara memikirkan peran ini. Kadang kala mereka menantang kebijakan
pemerintah, jika mereka tidak suka dengan apa yang diajukan oleh pemerintah.
Sebagai
contoh, Ikatan Dokter Indonesia,
terutama dalam sector layanan public , dapat membujuk anggota mereka untuk
tidak bekerja, yang dapat mengancam kesehatan dan reputasi pemerintah, begitu
pula apabila mereka menarik dukungan finansial terhadap partai politik tertentu
karena IDI masuk dalam partai politik untuk mempengaruhi kebijakan karena
adanya kepentingan. Misalnya aturan bahwa direktur rumah sakit mesti dari medis
dan memiliki kemampuan di bidang manajemen rumah sakit.
b. Cause
Group
Cause
group bertujuan
untuk mendukung isu yang tidak harus spesifik kepada anggotanya sendiri.
Sebagai contoh, orang cacat atau
orang yang menderita AIDS dapat membentuk pressure
group untuk
membentuk kebijakan yang berkaitan langsung dengan diri mereka.
8.
Dalam proses implementasi kebijakan dikenal istilah top down dan botton up
atau sintesa, Coba jelaskan UU no.36
menggunakan model kebijakan yang mana?
Jawaban:
a.
PendekatanTop Down
Pendekatan ‘top‐down’ untuk memahami
implementasi kebijakan berkaitan erat dengan model rasional dari seluruh proses
kebijakan, yang melihatnya sebagai suatu urutan kegiatan yang linier di mana
ada suatu pembagian yang jelas antara formulasi kebijakan dan eksekusi
kebijakan. Kebijakan secara Top-Down
yaitu aturan secara nasional yang kemudian dijabarkan kedalam betuk peraturan
pemerintah pusat, daerah propinsi dan kabupaten/kota.
Kebijakan Top Down
merupakan Kebijakan‐kebijakan
yang disusun di tingkat nasional atau internasional harus dikomunikasikan
hingga tingkat bawah misalnya: MDGs yang disusuk oleh WHO yang kemudian
dijabarkan kedalam bentuk program pemerintah sebagai bentuk target yang akan
dicapai dan dibuat regulasi tentang hal tersebut.
b.
Pendekatan
Bootton Up
Pandangan ‘bottom‐up’ terhadap proses
implementasi adalah bahwa paran pengimplementasi sering memainkan sebuah fungsi
yang penting dalam implementasi, tidak sekadar sebagai manager kebijakan yang
diperintahkan dari atas, tetapi berpartisipasi aktif dalam suatu proses
kompleks yang memberikan informasi ke tingkat yang lebih tinggi dalam sistem,
dan bahwa kebijakan seharusnya dibuat oleh para pembuat kebijakan dengan
pengetahuan ini. Bahkan dalam sistem yang sangat tersentral, beberapa kekuasaan
biasanya diberikan pada agen‐agen
dan staf tingkat bawah. Sebagai hasilnya, para pengimplementasi mungkin
mengubah cara suatu kebijakan diimplementasikan dan bahkan dalam proses, tujuan
kebijakan didefinisi ulang.
Contoh:
kebijakan
yang dirumuskan oleh tim advokasi karena merasa ada kebijakan yang tidak
relevan dengan implementasinya. Misalnya undan-undang tentang lingkungan hidup.
c.
Sintesa
Implementasi
kebijakan berdasarkan pendekatan sintesa dimana menggabungkan kedua pendekatan
di atas yaitu Top Down dan Botton Up.
Artinya proses implementasi kebijakan bisa saja dimulai dari skala
internasional atau nasional kemudian di komunikasikan ke tingkat bawah atau
daerah atau bahkan sebaliknya dari daerah yang kemudian menjadi acuan
implementasi tingkat nasional.
Undang-Undang
No. 36 tahun 2009 menggunakan pendekatan Top Down karena aturannya dari tingkat nasionala kemudian
dijabarkan ke tingkat daerah propinsi atau kabupaten/kota untuk proses
implementasi.
Pelit banget....orang hidup harus banyak beramal.
BalasHapusWah ga bisa d copy
BalasHapusijin share,bro
BalasHapusMakasih telah memberikan komentar membangun, kan lebih bagus kita saling menghargai ide dan gagasan. Ada Etikednya, Please kirimkan emailnya saya akan kirimkan teksnya. arfandisade@gmail.com
BalasHapusbagus sekali mas arfandi. keep posting then!! minta tolong share ke email saya boleh? di mahfiyusuf11@gmail.com
BalasHapusTerimakasih :)